Tuesday, June 30, 2015

Character File #1: Gama

Gamananda Agastya



Usia :
27 tahun, 28 after time skip
Pekerjaan :
Kepala organisasi riset Paramayodya
Tinggi :
178 cm

Gamananda Agastya (Gama) adalah protagonis di Variable X.

Berawal dari mimpi serta cita-cita untuk mengangkat derajat manusia ke tingkat yang lebih tinggi, Gama memulai sebuah proyek rahasia “Homunculus” dalam organisasi riset yang dipimpinnya. Bersama Willem, seorang kawan lama serta peneliti yang mengemukakan teori penulisan ulang DNA menggunakan energi bioplasma, memulai proyek tersebut secara tersembunyi. Ia lalu berhasil menarik perusahaan IT bernama IO Technologies untuk ikut serta dalam proyek rahasianya dengan Daniel sebagai penandatangan kontrak kerjanya.

Cerdas, visioner, bertutur kata halus dan kharismatik, Gama dikenal sebagai pemimpin yang memahami anak buah di lingkungan kerjanya. Ia menikahi rekan kerja sekaligus sekretarisnya yang ia cintai sejak lama.



. . .


Level 4: Elektrokinesis


Setelah menginjeksikan chip pada dirinya sendiri, secara berangsur Gama dapat memanipulasi dan mengalirkan energi bioplasmanya menjadi kemampuan elektrokinesis. Selain elektrokinesis, ketahanan tubuh dan penginderaan dasarnya juga jauh meningkat. Sejauh ini, Gama masih dalam tahap menyetabilkan energinya dibantu dengan tongkat yang dibuat khusus yang bekerja seperti kapasitor.

Status Report #1: Few updates in the future and Human Names.

Hai! Sebelumnya, terima kasih sudah membaca Variable X! Bagaimana menurut kalian sejauh ini?

Lalu, terima kasih banyak ke Mimin Beruang yang menginspirasi kami untuk membuat Fanproject PAF ini! Berkat Mimin, kami jadi punya wadah untuk menuangkan ide sci-fi AU. Those schools are really great actors! (Eh, you know what we mean)

Oke, selain post cerita utama, kami juga akan posting Character Files yang sebentar lagi akan di-update. Kemudian, jika pembaca sekalian memiliki pertanyaan seputar Fanproject ini, silahkan tulis di komentar atau mention di Twitter author. Nanti akan kami jawab dalam bentuk post Q&A. Kami menunggu~

Buat teman-teman pembaca yang ingin mengirimkan fanart atau lain sebangsanya (?), YOU ARE VERY WELCOME! Kami juga akan mempostingnya di sini. Kami anggap ini adalah bentuk penghargaan luar biasa. :D

Karena ini Fanproject PAF berbentuk AU (Alternate Universe), mungkin banyak dari kalian yang bingung dengan nama-nama yang disebutkan di sini. Thanks to Mbak Nae atas naming skill yang mahadewi dan usulan temen-temen fandom. Kali ini kami akan menguraikan nama karakter dan aktornya (?) sejauh ini yang nanti semoga bisa dimunculkan Character Files-nya. Ini dia:


  • Gama: Mas Gama
  • Venndra: Ven/Smaven
  • Willem: Eleven
  • Daniel: UI/Kak Kuning
  • Ganes: ITB/Aa' Tebe
  • Rico: Patbhe
  • Nico: Padz
  • Aldo: Bosa
  • Aldi: Boda
  • Theo: Jebe
  • Adrian: Teladan
  • Dana: Namche
  • Kirana: Mache
  • Stella: Stece
  • Surya: Smada
  • Reza: Delayota
  • Arya: Trappsila
  • Wira: EsEmPe 16/Wirasabha
  • Nana: UNY
  • Bram: Brawijaya
Ada yang ketinggalan tidak---

Oke, sekian dulu Status Report kali ini. Enjoy the show!

+ + + + + +

@F_Crosser | @agonps

+ + + + + +

Case #4

Sebuah ruangan oktagonal dicahayai lampu putih terang di langit-langit dan lantainya. Kaca satu arah terdapat di salah satu sisi ruangan tersebut. Gama menyisir isi ruangan lewat kaca dari luar, ia perhatikan dua orang tertentu berjas lab—yang satu berambut coklat kelimis, yang satu beriris toska dengan surai ikal berwarna sama—serta tiga orang lain sedang mempersiapkan alat-alat untuk eksperimen. Di tengah-tengah ruangan terdapat sebuah tempat tidur medis dengan sebuah mesin bedah robotik di sampingnya. Mesin itu memiliki delapan lengan mekanik dengan satu buah alat injeksi yang cukup besar di tengahnya.
“Chip sudah siap, Venn?” ucap lelaki berambut cokelat tersebut, Willem rupanya.
“Sudah, Willem. Sebaiknya kita panggil subjek pertama.” Manik mata itu merunut daftar yang terpampang pada layar tablet yang ia genggam.
Proyek sudah berjalan sejauh ini ya, batin pria muda bermanik kelabu itu sembari mengelus dagunya, masih memperhatikan dari luar dengan seksama.
“Subjek pertama, eksperimen tahap dua—” Entah kenapa saat nama subjek eksperimen itu disebutkan, dengungan memenuhi telinga Gama.
Pintu otomatis lalu terbuka, seseorang memasuki ruangan tersebut. Venndra mempersilakan orang tersebut berbaring telungkup pada tempat tidur medis. Masing-masing kaki dan pergelangannya kemudian diikat sabuk karet hitam kuat yang terpasang pada ranjang. Namun ketika Gama hendak melihat orang itu, ia rasakan fokus matanya hilang sejenak. Willem yang berada di bagian operator mesin bedah, mengawasi seorang ahli bedah yang mulai mengoperasikan alatnya.
“Pemindaian kondisi tubuh… Baik. Kadar hormon serta detak jantung pada taraf normal,” ucap ahli bedah tersebut.
Willem mengangguk, “Lanjutkan.” Sebuah pancaran sinar muncul dari salah satu lengan robot, memindai dari kepala hingga kaki. Lelaki yang menjadi subjek tetap diam pada posisinya.
“Berikan anastesi lokal.” Sebuah lengan robot lain bergerak mendekati tengkuk lelaki itu. Ujungnya berupa alat suntik dengan tabung bening. Jarum ditusukkan dan cairan tersebut disuntikkan.
Jari salah satu personel di situ kemudian menyentuh-nyentuh beberapa titik di sekitar area tadi. “Saya menekankan jari saya di sini. Apakah terasa sesuatu?”
Subjek lalu menjawab pelan, “Tidak.”
Gama mengedipkan matanya sekali, setengah sadar jari tangannya menyentuh bibirnya sendiri. Sekedar perasaan atau memang suara orang—pria itu mirip sekali dengannya?
“Pemindaian tubuh bioplasma… Stabil. Subjek siap.”
“Inisiasi implan chip. Venndra, masukkan kode aktivasi.”
Lelaki berambut toska itu mengangguk sebelum mengetikkan serial angka pada komputer di sebelah bagian operator mesin. Gama mendengar mesin itu mendengung, alat injeksi itu bergerak ke arah tengkuk subjek eksperimen. Silindernya bergerak turun sedikit mendekati permukaan kulit subjek, kemudian sebuah pipa logam kecil berujung runcing, kira-kira berdiameter setengah milimeter keluar dari alat tersebut.
Gama sedikit berjengit melihat pipa kecil itu, tengkuknya terasa kaku. Sorot mata operator seakan mengisyaratkan meminta ijin pada Willem, Willem mengangguk.
Pipa tersebut ditancapkan dengan cepat ke tengkuk subjek, seketika Gama merasakan nyeri pada tengkuknya. Kemudian terdengar suara seperti cairan dialirkan dengan tekanan gas yang tinggi dari alat injeksi tersebut. Subjek terlihat diam tak bergerak.
“Chip berhasil dimasukkan, Pak. Kondisi subjek masih stabil, tidak ada tanda-tanda perubahan yang membahayakan.”
“Bagus. Venndra?”
“Chip aktif, identifikasi sekuens DNA subjek… Uh… Willem, chip menginisialisasi prosedur penulisan ulang DNA dalam hitungan milidetik dan kini proses sudah mencapai delapan puluh lima persen.”
“Apa...?”
Tiba-tiba lampu dalam ruangan tersebut berkedip cepat, salah satu lampu di langit-langit bersinar terang hingga pecah. Suara seperti dengungan listrik terdengar ke seluruh ruangan. Si Subjek masih diam di sana, namun keanehan terlihat pada tubuhnya.
Kulit lelaki itu seakan robek, muncul retakan-retakan bercabang layaknya pada tanah kering dan berpendar kuning. Kemudian tubuh subjek itu bergetar hebat, bahkan sabuk karet yang mengikat pergelangan tangan dan kakinya mulai sobek.
Mendadak Gama merasakan dirinya seperti ditekan kuat oleh entah apa secara paksa ke bawah. Detak jantungnya meningkat, atmosfer sekelilingnya telah berubah: panas, berat—sangat berat dan menyesakkan. Dengan mudah ia telusuri arah datangnya tekanan tadi yang berasal dari ruang eksperimen tepat di hadapannya. Kaki menggiringnya melangkah mundur hingga punggung menyentuh tembok, sesaat kemudian jendela kaca tadi pecah berkeping-keping. Untung Gama masih sempat melindungi diri.
“Pak! Energi bioplasma subjek melebihi batas!” ucap operator mesin tersebut.
“Peningkatan energi hingga 200 persen!”
“Detak jantung dan kadar hormon melebihi batas! Kita harus memberikan penenang!”
Ketika lengan robot tersebut hendak menyuntikkan obat penenang pada subjek, tangan kanan lelaki itu bebas dari ikatannya kemudian menggenggam alat penyuntik pada lengan robot tersebut. Dengan mudahnya alat tersebut diremukkan. Tangan kanannya dengan cepat melepaskan ikatan di lengan satunya sebelum bertumpu pada kedua tangannya. Kompak para operator di ruangan itu melangkah mundur, terpojok pada tembok.
Gama terhenyak ketika melihat jelas warna rambut cepak lelaki itu berubah menjadi helaian kelabu keperakan. Tiba-tiba wajah lelaki itu berpaling menghadapnya dan ia temukan di sana wajahnya sendiri dengan tatapan bengis, iris berwarna kuning menyala dan sklera hitam sepekat dasar jurang.
Dia menyeringai. “Seperti yang kau harapkan… bukan?”
= = =

Variable X

Case 4: Resolve

= = =

Tuesday, June 23, 2015

Case #3

“Jadi… demikianlah.”
“Biar saya perjelas. Anda. Meminta kami. Untuk. Keamanan pekerjaanmu.”
“Ya.”
“Anda tentunya sadar, bukan?”
“... Maksudnya?”
“Kami ini kriminal. Apa Anda yakin ingin merekrut orang-orang seperti kami untuk tugas semacam itu? Yah, Anda tahu maksud saya.”
“Oh.”
“Jadi? Bagaimana?”
“Saya sudah pertimbangkan semuanya. Ini resiko yang akan saya ambil… Saya tak punya pilihan lain. Terlalu berbahaya jika saya meminta keamanan legal—saya tidak mau apa yang saya kerjakan ini bocor lebih banyak ke publik sebelum waktunya. Saya pikir kalian tentunya juga memiliki cara-cara yang demikian untuk tetap berada di bayangan dan melakukan kegiatan kalian tanpa terlacak, bukan? Itu yang saya butuhkan.”
“... Begitu. Lalu, apa—”

“Profesionalitas dan kesetiaan kalian akan kami bayar lebih.”

= = =

Variable X

Case 3: Dusk



= = =





Sunday, June 21, 2015

Case #2

Sebuah layar monitor menyala terang dalam kegelapan. Di depannya, seorang pemuda dengan iris coklat kayu menghantamkan jemarinya pada keyboard dengan cekatan, mengetikkan berbagai perintah. Tampilan pada layar merespon dengan cepat, kode-kode tampil berbaris rapi.
“Sial, cerdas juga...” gumam pemuda itu. Otaknya dengan segera memecahkan kode tersebut dan membalasnya.
“Akhirnya. Ini dia, pintu belakang.” Senyum pemuda itu melebar. Setelah menekan tombol enter, muncullah sebuah halaman situs.
Paramayodya, demikianlah judul yang tertera.
Matanya tertuju pada artikel teratas, rupanya ada proyek baru. Menggunakan akses dari akun retasannya, ia membaca isi artikel tersebut.
“Homunculus… Project?” Ia mengangkat satu alisnya.
Bioteknologi. Bioplasma. Manipulasi kode genetik. Implan.
Kosakata-kosakata tadi tertangkap di matanya. Tak ada informasi lain, kecuali latar belakang proyek ilmiah tersebut—itu pun hanya berisi informasi yang berputar-putar dan tak terperinci.
“Aneh. Bukankah seharusnya di situs ini secara lengkap dijabarkan proyek pemerintah kepada staf yang bersangkutan? Informasi ini terlalu mentah,” gumamnya kemudian mengunduh berkas tersebut.
Apa yang ingin organisasi ini lakukan? Homunculus alias ‘divine being’? Implan? Manipulasi kode genetik?
Pemuda itu menyisir rambut hijaunya ke belakang dengan jari-jarinya. Ia rasa cukup untuk hari ini. Pukul tiga dini hari dan kantuknya tak tertahankan. Ia hempaskan badannya di kasur tanpa mematikan PC.
Sudah kupasang sistem pengamanan, tak ada yang bisa menembusnya, pikirnya kemudian tertidur.
Tanpa ia sadari PC-nya sudah diambil alih dan lampu indikator pada webcam-nya menyala.
= = =

Variable X

Case 2: Knowledge



= = =


Case #1

Manusia ditakdirkan menjadi pemimpin planet ini—menjadi perantara Tuhan dalam menguasai ciptaan-Nya.
Namun, kemurnian itu hilang sejak jatuhnya Adam dalam dosa.
Dosa bawaan dan dosa-dosa yang timbul kemudian karena ego manusia, mencemari manusia itu sendiri.
Manusia seharusnya bisa naik ke derajat yang lebih tinggi.
Kembali murni, menjadi ras yang tertinggi di Bumi, memahami kesadaran semesta.
. . . . .
illust1

“…itu adalah mimpi yang akan aku wujudkan.”